بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Mas
Pram. Sosok yang tak pernah kubayangkan kalau dia akan menyimpan rasa khusus
padaku. Aku hanya bisa diam-diam suka padanya. Rasa suka yang kutitipkan
pada-Nya sejak lama, bahkan saat kami masih kecil. Aku dan Mas Pram adalah sahabat
dan selalu bersaing secara sehat di sekolah, dan aku selalu menjadi pemenangnya
karena dia tak pernah berhasil mencuri posisiku di kelas maupun di sekolah.
Yey, aku bangga dan bahagia dalam hati, ayo
kalahkan Jelita, Mas Pram.
***
Saat
itu pertama kalinya Mas Pram bertingkah aneh padaku. Sosoknya yang pendiam dan
terkesan dingin, menjadi semakin dingin tapi suka salah tingkah. Dia jadi
berubah sejak ada teman sekelas kami di SMP yang secara terang-terangan
mendekatiku. Dia seperti tak rela aku didekati oleh teman laki-laki. Padahal
kan semua hanya teman dan aku tak pernah terfikirkan untuk hal-hal yang belum
saatnya.
+6285616930…
Jelita,
Mas ga suka melihat Jelita bergaul dengan laki-laki. Ingat ya.. Jaga diri ya
Jelita.
Aku hanya bisa terdiam. Aku setuju atas apa yang Mas Pram
inginkan terhadap diriku, karena Ayahku pun melarangku berteman dengan
laki-laki. Takut terjerumus ke hal yang kurang baik. Begitu katanya. Bagiku itu
bukanlah pemikiran kolot seperti yang teman-temanku bilang. Aku tak merasa
salah dengan keinginan Ayah, selama itu untuk kebaikan diriku, mengapa tidak.
Hingga akhirnya SMA aku disekolahkan ke sekolah islam berasrama, sebuah
Madrasah Aliyah dimana teman sekelasku semuanya perempuan.
***
Pernah aku bertanya secara blak-blakan
mengapa Ayah begitu melarangku bergaul dengan laki-laki, tapi mengijinkanku
berteman baik dengan Mas Pram.
“Jelita,
Ayah sudah kenal Pram sejak kalian SD. Jelita ingatkan kalian sudah sekelas
sejak kelas 1 SD hingga kelas 3 SMP? Dan di SMP, Ayah sebagai guru dapat
melihat dia sosok anak laki-laki yang baik. Ayah sudah kenal bibit bebet dan
bobot anak itu. Itulah mengapa sikap Ayah berbeda saat menghadapi Pram dan
teman laki-lakimu yang lainnya. Jelita paham maksud Ayah?” Aku hanya
menganggut-anggut pura-pura mengerti.
***
Aku
tumbuh menjadi seorang remaja yang terjaga pergaulannya. Mas Pram pun begitu.
Mas Pram sering bertandang ke rumah, sekedar menemui Ayah dan Bundaku. Bertukar
kabar lalu mengurai kisah masing-masing untuk dibagi. Begitu pula saat aku sedang
libur sekolah dimana kami siswa siswi Aliyah diijinkan pulang ke rumah, dia
berkunjung ke rumahku, dan kami mengobrol bersama Ayah dan Bunda. Mas Pram
sekolah di SMA biasa. Tapi walaupun begitu hafalan Qur’annya bagus. Sering
kuejek, ingin mengalahkan Jelita yang
sekolah di Aliyah ya? Mas Pram hanya terkekeh.
“Ya
dong Jelita, Mas Pram kan mau jadi menantu yang baik buat Ayah Bunda Jelita.
Masa calon imam kalah sama istri? Malu dong. Benar begitu, Yah?” Jawabnya
meminta pembelaaan pada Ayah. Oh ya, Mas Pram memanggil Ayah dan Bundaku sama
sepertiku, tetap dengan panggilan Ayah Bunda.
Glek.
Aku terdiam dan pipiku memerah. Malu. Berani sekali Mas Pram berbicara seperti
itu, di depan Ayah pula. Ayah hanya tersenyum. Sepertinya Ayah dan Bunda telah
menerima Mas Pram dengan baik. Ups, astaghfirullah,
apa yang Jelita pikirkan ini ya Allah. Betapa ge-ernya Jelita. Astaghfirullah.
Ampun ya Allah.
***
“Jelita,
baik-baik ya Nak. Belajar yang rajin di sana. Kerjamu tak banyak Nak, hanya
belajar yang tekun dan lulus dengan hasil yang terbaik di mata Allah. Di mata
manusia adalah bonusnya. Jangan tergoda dengan pergaulan lawan jenis ya Nak.
Ayah tak ingin anak kesayangan Ayah hancur hati dan hidupnya oleh laki-laki,
oke?”
Tiba-tiba Ayah mendatangi kamarku, saat
aku baru saja selesai membaca surat cinta-Nya yang aku senangi, surat
Ar-Rahmaan. Kata Bunda dulu Bunda rajin sekali membaca surat Ar Rahmaan dan Al
Waqiah. Mengaji semua surat tetap, tapi setiap selesai shalat, sebelum mengaji
pada maqra’ yang terus berlanjut, Bunda selalu membaca surat Ar Rahmaan dan Al
Waqi’ah, terlebih saat selesai shalat malam dan shalat dhuha. Kata Bunda, kedua
surat ini banyak fadhilahnya. Tentunya setelah membaca Al-Quran tak lupa
membaca doa selesai membaca Al-Quran juga berdoa mencurahkan segala isi hati
dan keinginan-keinginan dalam hidup dunia serta di akhirat nantinya, termasuk
cita-cita, pasangan hidup juga rejeki.
Aku hanya mengangguk tanda mengiyakan.
Hmm. Aneh. Ayah melarangku bergaul dengan laki-laki lain tapi dengan Mas Pram
Ayah Bunda begitu welcome. Pikiranku
mulai ngawur lagi. Hmm, andai memang Ayah Bunda inginkan Aku dengan Mas Pram,
aku sih siap dan oke saja. Selain sudah kenal, Ayah Bunda menerima dengan
senang hati. Aku akan mengikuti apa yang menjadi sumber kebahagiaan Ayah Bunda
jika memang itu benar dan baik. Yah, kerjaku tinggal belajar sebaik-baiknya
agar bisa lulus MA, dan bisa tembus PTN di jurusan favoritku, tak muluk-muluk,
aku kepengen jadi dosen dan pandai bahasa inggris secara aktif. Semoga Allah
kabulkan. Aamiin.
***
Aku memang jarang berhubungan via sms
dengan Mas Pram, mungkin kami berhubungan via doa. Aku pernah dengar pesan mbak
mentoringku saat di SMP dulu, bahwa andaikata kita merindukan seseorang, maka
bertemulah. Andaikata dia jauh, maka ingatlah dia dalam doa kita. Dengan kata
lain, doakanlah orang yang kita rindui, semoga Allah menyampaikan apa yang kita
rasa dan membalasnya dengan cara yang baik.
Aku selalu mendoakannya setelah
mendoakan Ayah Bundaku. Ah, aku merasa seperti yang dikatakan orang backstreet saja. Teman-temanku tidak ada
yang tahu kalau ada sesosok pangeran berkuda putih yang telah berhasil
mengambil hati Ayah Bundaku. Mas Pram yang cool
itu juga pasti tak kan berkoar-koar yang bukan-bukan. Aku tahu Mas Pram.
Aku tahu sikapnya yang menjaga, amat sangat menjaga. Menjaga dirinya demi orang
yang dicintainya, yaitu Jelita.
Aaa,
Jelita ngelantuuur. Hatiku
berteriak. Cup-cup-cup, sabarlah duhai
hati. Belajar-belajar. Mau ujian, lulus dengan hasil terbaik dan semoga Allah
berikan aku lulus dengan nilai terbaik di sekolah ini, aamiin.
***
Kerjaanku
hanya belajar dan berdoa setiap hari. Tak ada pikir lain. Restu orangtua setiap
hari kupinta, lewat telepon maupun sekedar sms singkat pengobat rindu. Ujian
sudah lewat. Tinggal menanti masa kelulusanku saja. Aku hanya terus optimis,
bukan berarti aku congkak dan yakin bahwa aku akan melambung tinggi oleh hasil
ujian ini. Tidak. Semuanya untuk Allah, Ayah, Bunda dan ustadz ustadzahku di
Madrasah Aliyah ini.
Aku
juga sebelumnya telah mengikuti program Penelusuran Minat dan Prestasi di
Universitas Pendidikan Indonesia. Kuambil Pendidikan Biologi. Aku cinta alam,
aku suka semua berbau makhluk hidup dan aku senang mempelajarinya. Aku juga
senang melukis, menggambar, membuat skets, dan aku suka pemandangan. Kurasa
biologi akan banyak berhubungan dengan hal-hal itu.
***
Hari
ini kutunggu-tunggu karena pengumuman PMP yang kuajukan dua bulan lalu.
Pengumuman kelulusan dua minggu lagi. Dag-dig-dug jantungku menunggu kabar. Aku
menumpang di rumah saudara sepupuku untuk membuka internet, karena
pengumumannya via internet. Banyak sekali nama yang lolos, bibirku komat-kamit
membaca doa, semoga Engkau ijinkan Jelita lolos Ya Allah. Aamiin.
Mataku
dengan cepat bergerak membaca, dan terhenti pada 1 nama, Jelita Al Hadi.
Namaku. Lolos di Pendidikan Biologi UPI. Alhamdulillah. Aku langsung sujud
syukur dan menghaturkan doa tak henti-henti, lisanku terus-menerus berucap
Alhamdulillah. Tak lama, ada sebuah sms masuk di handphoneku.
+6285616930…
Jelita,
barakallah untuk kelulusanmu ya. Mas sudah lihat pengumumannya. Alhamdulillah,
Mas lulus di Pendidikan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta.
Aku
kembali mengucap syukur. Dan tak lama Ayah menelponku. Ternyata Ayah sudah
tahu, karena Mas Pram sudah terlebih dulu memberitahukan kabar bahagia ini pada
Ayah. Kami tinggal menunggu kabar kelulusan saja. Alhamdulillah.
***
Pengumuman
kelulusan sudah 2 bulan lalu. Aku lulus dengan nilai terbaik seprovinsi.
Bagaimana bisa? Tanya saja pada Allah. Mas Pram juga lulus dengan nilai terbaik
di SMAnya. Dan sekarang kami sudah berada di kota rantauan masing-masing. Aku
di Bandung dan Mas Pram di Jogja. Kami masih berhubungan via sms (dan doa sepertinya).
Ohya,
tahukah? Pesan Ayah sebelum kami berangkat sangat mengejutkan. Ayah sudah
terang-terangan membicarakan hubungan kami ke depannya. Ayah sudah serius
menginginkan Mas Pram jadi suamiku. Dan begitu pula Mas Pram, sebenarnya Mas
Pram yang ternyata lebih dulu mengutarakan niatnya untuk segera melamarku. Tapi
kata Ayah tak baik menjauhkan jarak antara lamaran dengan pernikahan. Itulah
sebabnya Ayah meminta kami merahasiakan hubungan ini. Ayah meminta kami
bersikap biasa saja, bukan seperti orang pacaran, hanya menjaga pergaulan
dengan mengingat bahwa Ayah sudah pilihkan calon untukku.
Hmm.
Ini ya namanya backstreet? Kampusku
dan kampus Mas Pram adalah kampus islami dan agamis. Aku nyaman berada di dalam
lingkungan ini. Ah tapi aku tak merasa backstreet.
Aku hanya menjaga diriku untuk seseorang yang aku pura-pura belum kenal aja,
anggap saja aku belum pernah kenal dengan Mas Pram. Mas Pram pun begitu. Kami
seolah-olah tak pernah kenal. Tak pernah sms, apalagi telpon. Mas Pram hanya
menghubungi Ayah Bundaku saja. Jadi, aku hanya mengetahui kabar Mas Pram dari
Ayah atau Bunda saat beliau berdua menelpon dan menyelipkan sedikit kabar
mengenai seseorang yang (sebenarnya memang aku impikan) akan jadi pendamping
hidupku di dunia juga di akhirat. Aamiin.
***
Aku
dan Mas Pram sudah di tahun ketiga. Hatiku sudah rindu menikah. Pendidikanku
kurang lebih 2 semester lagi selesai dan aku bisa lulus. Kuliahku lancar dan
hasilnya cum laude, In Syaa
Allah. Ya, ini karena aku terus
mengingat Ayah dan Bunda setiap aku malas dan ingin mengeluh. Aku selalu ingat
perjuangan Ayah Bunda untukku, kelelahan Ayah dan Bunda untukku walau tanpa
mereka ucap padaku, tapi aku tahu, dan aku harus membayar semua lelah itu.
Harus, Allah bantu aku, PASTI.
Aku
mulai memberanikan diri menyatakan bahwa aku siap menikah pada Ayah dan meminta
Mas Pram untuk segera melamarku dan menyegerakan akad. Ayah langsung setuju dan
langsung mengucap syukur. Ternyata sebenarnya Ayah mengijinkan aku menikah
andaikata memang dari semester satu dulu sudah siap. Ayah hanya takut
konsentrasiku pada kuliah buyar. Kalau masalah Mas Pram , kata Ayah tadi beliau
sudah mempunyai pekerjaan. Subhanallah. Sepertinya
Allah mempermudah segala niat baik kami.
Aku
sumringah. Backstreet ala Jelita ini
akan segera berakhir. In Syaa Allah, aku akan memiliki pendamping hidup dunia
akhirat dalam waktu dekat ini. Penantian panjang hati ini akhirnya berlabuh
juga. Berlabuh, seperti ingin Ayah Bunda, juga Mas Pram dan aku tentunya, yang
Allah ridhai.
***
Alhamdulillah,
backstreet ala Jelita berakhir. Aku
telah mendampingi Mas Pram di wisuda Sarjana Pendidikannya dengan predikat cum laude seminggu lalu di Bandung
dengan kondisiku yang hamil 6 bulan. Alhamdulillah.
Dan
hari ini, Mas Pram mendampingiku wisuda Sarjana Pendidikan dengan predikat cum laude. Alhamdulillah. Walau togaku
membulat di bagian perut karena ada calon buah hati kami di sana. Aku bahagia.
Inilah
sebaik-baik penjagaan. Jagalah Allah, maka Allah akan menjagamu. In Syaa Allah.
Aamiin.
***
Indralaya, 20 Februari 2013
***
Ria Hidayah, putri pertama pasangan
guru SMP dan TK, Ridwan dan Yuniar ini di Belinyu tanggal 26 Oktober 1990.
Penggila Pooh, kolektor buku dan
pernak pernik kerajinan tangan yang sedang menyelesaikan S1 Pendidikan Biologi
UNSRI ini bercita-cita menjadi guru berprestasi, penulis handal dan crafter berbakat. Peraih harapan 1 essai
pelajar provinsi BABEL dan juara 5 event
Hereafter Savings. 35 antologinya telah terbit dan beberapa sedang proses
terbit. Domisili di Indralaya-Ogan Ilir. Email r_ia_h@yahoo.co.id. Fb Muth El
Hadi. Blog riahidayah.blogspot.com.
:D hihihi lucu juga ceritanya...keknya itu cerita nyerempet2 ke arah kisah pribadi aya yaaa... hehehe. tp, kalo menurutku agak aneh jg sih krn dlm islam yg sbnrnya gak ad yg begituan, backstreet-an segala.
BalasHapusbut overall, aku suka. ^_^ aku jd ingat sama sahabatku waktu SD jdinya hihihi, awal ceritanya hmpir sama dgn kisahku hahah
karena itulah pake kata Ala di judulnya.. Intinya emang engga ada.. Hihihi... makasih udah baca dan kasih komen ^_^
Hapus