SALAM MESSAGE .n_n.

Senin, 17 Oktober 2011

SEDIKIT MENGUPAS TENTANG IRI DENGKI

Tiga Sumber Segala Dosa


Nabi SAW bersabda, ”Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hati terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan bersujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap tamak (rakus), karena ketamakan mengantar Adam memakan buah terlarang, dan berhati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati.” (HR Ibn Asakir melalui Ibn Mas’ud).
Jiwa manusia diliputi oleh sifat takabur pada saat manusia merasa memiliki kelebihan, baik berupa ilmu pengetahuan, harta benda, ataupun jabatan. Dalam keadaan seperti ini, setan tidak akan tinggal diam, dia akan membisikkan dan memasang perangkap untuk menjerumuskan manusia dengan melakukan tindakan yang tidak terpuji. Seperti, mencela, menghina, dan merendahkan orang lain.
Sifat kedua yang diingatkan pada kita untuk mencermatinya adalah sifat tamak (rakus). Sering kali kita melihat betapa rakusnya manusia dalam mempertahankan apa yang sedang dalam genggamannya, baik berupa harta, kekuasaan, ataupun kedudukan. Sama sekali ia tidak mau berbagi dan hanya mau dinikmati sendiri. Ia tidak pernah merasa cukup dan tidak pernah bersyukur atas apa yang diperolehnya.
Padahal, Allah SWT menjanjikan dan mengingatkan berulang kali kepada manusia bahwa sekecil apa pun perbuatan baik yang kita lakukan tidak akan sia-sia. ”Barang siapa yang mau berbuat baik walau sebesar biji dzara pun Allah SWT akan membalasnya.” (QS Alzalzalah [99]: 7).
Ketiga, hasud atau iri hati. Dengki atau iri hati adalah perasaan tidak rela atau tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan atau kenikmatan. Ketika dalam diri manusia telah tertanam sifat dengki, ia akan menghalalkan segala cara untuk menghancurkan orang yang ia dengki. Ia tidak senang melihat orang lain sukses, pintar, hidup bahagia, dan lebih kaya darinya. Sikap seperti ini akan menghapus segala bentuk kebaikan yang selama ini ia peroleh. Perbuatan baiknya akan sia-sia karena dalam dirinya terdapat sifat iri hati.
Takabur, tamak, dan hasud merupakan tiga perangai buruk yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan yang tidak terpuji. Karena itu, Rasulullah SAW selalu mengingatkan kepada kita untuk menjauhi tiga hal yang menyebabkan manusia terjerumus dalam tipu daya setan. Wallahu a’lam bish-shawab.

Senang melihat Orang Susah dan Susah Melihat Orang Senang

Judul kalimat diatas adalah sesuatu hal yang sering dilihat dan rasakan ditengah-tengah masyarakat dimana melihat seseorang atau sekelompok orang berhasil atau memiliki kelebihan timbul rasa tidak senang dari kelompok lain. Begitu juga sebaliknya apabila seseorang atau sekelompok orang mengalami musibah atau kesusahan, maka kelompok lain juga senang.

Perasaan atau perbuatan demikian adalah perbuatan yang tidak terfuji dihadapan Allah.SWT, agama Islam mengelompok sifat-sifat manusia tersebut pada 3 kelompok:
1. Sifat Sombong
2. Sifat Dengki
3. Sifat iri Hati
semua sifat itu adalah tidak baik adanya, sifat ini dapat menjerumuskan manusia kepada perpecahan, untuk menepis sifat-sipat tersebut bagaimana pendapat para ahlinya:

Menepis Sifat Sombong
SOMBONG, takabbur, atau merasa diri besar adalah masalah yang sangat serius. Kita harus berhati-hati dengan persoalan ini. Sebab kesombongan inilah yang menyebabkan setan terusir dari surga dan kemudian dikutuk oleh Allah selamanya. Hadirnya rasa takabbur sangat halus sekali. Banyak orang telah merasa tawadhu (rendah hati) padahal dirinya di mata orang lain sedang menunjukkan sikap takabburnya. Tentang sikap takabbur ini Rasulullah SAW bersabda: Tidak akan masuk surga siapa yang di dalam hatinya ada kesombongan walau seberat debu(HR Muslim). Allah benar-benar mengharamkan surga untuk dimasuki orang-orang takabbur. Takabbur hanya layak bagi Allah yang memang memiliki keagungan sempurna. Sedang seluruh makhluk hanya sekadar menerima kemurahan dari-Nya.
Penyakit takabbur memang benar-benar seperti bau busuk yang tidak dapat ditutup-tutupi dan disembunyikan. Orang yang mengidap penyakit ini demikian mudah dilihat oleh mata telanjang orang awam sekalipun dan dapat dirasakan oleh hati siapapun.
Perhatikan penampilan orang takabbur! Mulai dari ujung rambut, lirikan mata, tarikan nafas, senyum sinis, tutur kata, jumlah kata, nada suara, bahkan senandungnya pun benar-benar menunjukkan keangkuhan. Begitupun cara berjalan, duduk, menerima tamu, berpakaian, gerak-gerik tangan bahkan hingga ke jari-jari kaki. Semuanya menunjukkan gambaran orang yang benar-benar buruk perangainya.
Ada pertanyaan menarik. Pantaskah sebenarnya orang bersikap takabbur, jika seluruh kebaikan pada dirinya semata-mata hanya berkat kemurahan Allah padanya? Padahal jika Allah menghendaki, dia bisa terlahir sebagai kambing. Tentu saja saat itu tidak ada lagi yang bisa disombongkan. Atau kalau Allah mau, dia bisa terlahir dengan kemampuan otak yang minim. Bahkan jika Allah takdirkan dia lahir di tengah-tengah suku pedalaman di hutan belantara, maka pada saat ini mungkin dia tengah mengejar babi hutan untuk makan malam. Apa lagi yang bisa disombongkan?
Marilah kita berhati-hati dari bahaya kesombongan ini. Jika penyakit ini datang pada kita, kita akan sengsara. Langkah kehati-hatian ini bisa dimulai dengan mengenali ciri-ciri kesombongan. Rasulullah SAW bersabda: Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia. (HR Muslim). Jika dalam hati kita ada satu dari dua hal ini, atau kedua-duanya ada, itu pertanda kita telah masuk dalam deretan orang-orang sombong.
Sebagian orang ada yang merasa dirinya paling mulia, baik, salih, dekat pada Allah, dikabul doanya, berkah urusannya, dan lainnya. Ketika ada kebaikan lalu kita laporkan padanya, dia berkata: Oh, siapa dulu dong yang mendoakannya? Dan ketika kita datang padanya dengan keluhan berupa musibah, dia berkata: Ah, itu sih tidak aneh, saya pernah mengalaminya lebih parah dari itu.
Ini adalah gambaran kesombongan. Orang merasa diri lebih dekat pada Allah, lalu memandang orang lain dengan pandangan yang merendahkan. Perilaku seperti ini jika diteruskan akan merugikan pelakunya. Hakikatnya, semua kebaikan dan keburukan terjadi karena izin Allah. Katakanlah (wahai Muhammad) bahwa semuanya (kebaikan dan keburukan itu) adalah dari sisi (atas takdir) Allah. (QS An Nisaa 4:78). Kita tidak berdaya membuat kebaikan dan keburukan jika Allah tidak menghen daki hal itu terjadi. Sekalipun berupa doa atau puasa, tidak bisa dijadikan alasan bahwa kita punya kuasa atas kebaikan dan keburukan

اَلْحَمْدُ ِللهِ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لاَ تُعَدُّ , وَ عَلىَ إحْسَانِهِ الَّذِيْ لاَ يُحَدُّ وَ عَوَّذَ نَبِيَّهُ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إذَا حَسَدَ وَ الصَلاَةُ وَ سَلاَمُ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اْلكَامِلْ فِى اْلحَسَبِ وَ النَّسَبِ عَلىَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ . اَمَّا بَعْدُ
Ikhwani, melanjutkan pembicaraan kita tentang macam-macam penyakit hati, kali ini kami akan menjelaskan singkat tentang hasut atau dengki. Sifat hasut atau dengki ini adalah juga termasuk penyakit hati yang mesti kita hindari.
Arti hasad atau dengki ialah apabila seseorang merasa sempit hati, serta kurang senang, melihat orang lain memperoleh nikmat/karunia dari ALLAH, baik dalam urusan agama ataupun dunia, serta mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut, senang melihat orang lain susah, tidak mempunyai rahmat dan belas kasihan serta suka berprasangka buruk terhadap orang lain. Semua itu ialah sifat-sifat yang membinasakan.
ALLAH SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW agar senantiasa berlindung dari sifat dengki. Dalam surat Al-Falaq ayat 5, ALLAH berfirman,
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan pendengki, apabila ia mendengki.”
Rasulullah SAW bersabda,
إيَّاكُمْ وَ الْحَسَدَ , فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلَ الْحَسَنَاتِ , كَمَ تَأْكُلَ النَّارِالحَطَبِ
“Jauhilah diri kalian dari sifat dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan (pahala) kebajikan sebagaimana api membakar kayu.”
Dalam sabdanya yang lain Rasul berpesan,
لاَ تَجْتَمِعُ فِي خَوْفِ عَبْدٍ , اَلْإيْمَانُ وَالْحَسَدُ
“Tidak akan berkumpul di dalam batin seorang hamba itu iman dan dengki.”
Hadist ini amat berat. Dari hadist ini dapat kita pahami bahwa orang beriman tidak akan memiliki sifat dengki. Jikalau mempunyai sifat dengki, berarti ia belum beriman (belum sempurna imannya).
Rasulullah SAW bersabda,
ثَلاَثٌ لاَ يَخْلُوْ مِنْهُنَّ أَحَدٌ : اَلْحَسَدُ , وَ الظَّنُّ , وَ الطِّيَرَةُ . أَفَلاَ اُنَبِّئُكُم بِالْمَخْرَجِ مِنْ ذَللِكَ : إذَا حَسَدْتَ فَلاَ تَبْغِ وَ إذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقِ , وَ إذَا تَطَيَّرْتَ فَامْضِ
“Tiga perkara yang tidak akan terlepas seseorang dari padanya, sifat dengki, prasangka buruk dan memandang sial terhadap sesuatu. Maukah engkau kutunjukkan jalan keluarnya. Jika engkau mendengki, jangan melampaui batas. Jika engkau berprasangka buruk, jangan engkau benarkan. Dan jika anda merasa sial, maka teruskanlah1.”
Orang yang mendengki hendaknya melawan perasaan hatinya dengan memuji orang yang didengki, serta memuliakan dan membantunya. Ini adalah cara yang paling mujarab untuk menghilangkan perasaan dengki.
Rasulullah SAW bersabda,
لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا
“Janganlah engkau saling mendengki, janganlah membenci, dan janganlah saling bermusuhan.”
Lukman Al-Hakim berpesan kepada anaknya,
“Wahai anakku, waspadalah dari sifat dengki, karena ia merusak agama dan melemahkan jiwa serta menimbulkan penyesalan. Wahai anakku, tiada bencana yang lebih berat penderitaannya daripada kesombongan. Tiada kesedihan yang lebih menyusahkan penderitaannya daripada kedengkian.”
Itulah sebagian dari penyakit hati yang harus kita waspadai dan kita jauhi. Semoga ALLAH SWT mengampuni dosa–dosa kita, serta membersihkan jasmani, hati dan ruh kita. Amin.

Bila Anda coba memperhatikan secara cermat orang-orang disekeliling Anda, baik di lingkungan tempat tinggal ataupun tempat Anda bekerja. Mungkin Anda setuju pernyataan ini, bahwa tidak sedikit orang memiliki rasa iri dan dengki bila melihat orang lain lebih dari dirinya. Seperti misalnya ada orang lain yang lebih pintar di sekolah atau di tempat kerja, bukannya dijadikan tempat belajar atau bertanya, tapi malah terancam dijadikan objek sasaran untuk disaingi dengan cara tidak sehat atau dicari-cari kelemahan, kelengahan ataupun kesalahannya, supaya kelebihan orang tersebut tidak terlihat/ tertonjolkan atau kalau bisa dilenyapkan agar luput dari pandangan guru atau atasan.
Jika orang lain lebih makmur dan kaya, maka akan dicurigai dan dipergunjingkan bahwa cara memperolehnya dengan cara yang tidak benar, seperti: menipu, korupsi, atau bahkan dituduh mendapatkannya dengan menggunakan ilmu hitam.
Kelebihan yang dimiliki seseorang ternyata malah sering jadi tempat sasaran kedengkian dan keirian hati orang sekelilingnya. Apakah banyak manusia memiliki sifat tidak baik tersebut? Apakah semua orang yang memiliki kelebihan, baik itu kesenangan, kebahagiaan ataupun kenikmatan akan menjadi sasaran sifat iri dan dengki orang lain? atau hanya pada orang-orang tertentu? atau hanya pada orang-orang yang sombong dengan kelebihannya? atau hanya pada orang-orang yang semulanya dianggap lemah dan kecil? Sebaliknya juga timbul pertanyaan apakah setiap orang memiliki sifat iri dan dengki? Apakah kita mampu mengendalikan sifat buruk tersebut?

Iri hati dan dengki hati adalah dua dari beberapa sifat buruk manusia yang juga disebut sebagai penyakit batin. Kedua sifat buruk atau penyakit batin tersebut sebenarnya memiliki pengertian yang tidak sama namun bisa disebut bersumber dari penyebab yang sama. Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan anugerah, rezeki atau kesuksesan yang didapat oleh orang lain, dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Sedangkan dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia atau mendapat nikmat atau kesuksesan dan berusaha untuk menghilangkan kebahagiaan, nikmat atau kesuksesan tersebut.
Rasa iri dan dengki baru tumbuh apabila orang lain menerima kenikmatan, kesuksesan atau kebahagiaan. Biasanya jika seseorang mendapatkan nikmat, kesuksesan atau kebahagiaan, maka akan ada dua sikap reaksi yang akan timbul pada manusia lainnya. 1) Ia benci terhadap nikmat yang diterima orang lain dan senang bila nikmat itu hilang daripadanya. Sikap reaksi inilah yang disebut perpaduan antara dengki dan iri hati. 2) Ia tidak menginginkan nikmat itu hilang dari orang lain, tapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu. Sikap reaksi kedua ini dinamakan keinginan. Dari kedua sikap reaksi manusia tersebut sikap iri dan dengki yang bisa membahayakan atau membawa bencana bagi orang lain. Sebagian manusia cenderung tidak mampu mengelakkan diri dari sifat iri dan dengki ini. Sifat buruk ini bisa terjadi pada setiap manusia dalam berbagai hal, yakni antara lain iri dan dengki kepada tetangga yang punya mobil baru, iri dan dengki kepada rekan yang baru naik jabatan, iri dan dengki kepada seseorang di kantor atau di sekolah yang lebih trampil atau pintar, dan lain sebagainya.

Rasa iri dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; antar keluarga, antar teman sejawat, antar tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa iri dan dengki itu timbul karena saling berebut pada satu tujuan dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, karena pada orang yang berjauhan cenderung tidak ada ikatan sama sekali.
Iri dan dengki antar sesama manusia disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah:
  1. Merasa dirinya paling hebat, terlampau kagum dan pemujaan terhadap kehebatan dirinya. Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut apabila koleganya mendapatkan kekuasaan, pengetahuan atau harta yang bisa mengungguli dirinya.
  2. Kesombongan, Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh kenikmatan atau kesenangan, dan menyebabkan orang tersebut berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya.
  3. Kikir, orang seperti ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja kikir dengan hartanya sendiri, tetapi kikir dengan harta orang lain. Ia tidak rela ada kenikmatan pada orang lain.
  4. Karena sudah ada permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Maka akan diusahakannya jangan ada perolehan kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat kenikmatan atau kebahagian, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak saja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi juga bisa terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga sang bawahan misalnya, selalu berusaha menggoyang kekuasaan atasannya.
  5. Takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah. Dalam hal ini bisa kita misalkan dengan apa yang terjadi antardua wanita yang memperebutkan seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang pegawai dengan pegawai lainnya untuk mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari atasannya, dan sebagainya.
  6. Ambisi memimpin, senang pangkat dan kedudukan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu habis saja karirnya, atau paling tidak hilang pengaruhnya.

Agar kita terhindar dari penyakit batin iri dan dengki sebaiknya selalu bersikap rendah hati, tidak merasa lebih dari orang lain. Orang yang rendah hati walaupun misalnya ia tahu bahwa ia memiliki banyak kelebihan dibanding orang lain ia tidak akan merasa bangga apalagi membanggakan kelebihannya. Setiap kelebihan yang dimilikinya akan dinikmatinya dengan penuh rasa syukur dan terima kasih kepada TUHAN Yang Maha Pencipta yang telah memberikan kelebihan dan keberuntungan tersebut terhadap dirinya. Demikian pula kekurangan yang ada pada dirinya ia akan dengan ihklas menerima ketentuan TUHAN tersebut apabila ia memang tidak dapat menutup atau memperbaiki kekurangan yang ada pada dirinya ini. Kekurangan pada dirinya bisa berupa kekurangan fisik ataupun kurang cerdas misalnya, ia akan tetap percaya diri untuk berhadapan dengan orang lain karena dibalik kekurangan pada seseorang pastilah ada pula kelebihan yang dimilikinya. Bila ia melakukan perbuatan baik atau berbuat amal kebaikan maka ia melakukan tersebut karena didorong oleh keihklasan yang tulus untuk menolong kepada sesama. Amal kebaikan tersebut dilakukannya karena rasa kasih dan simpatinya pada orang lain.
Janganlah jadi orang yang terlalu banyak bicara, sebab orang yang terlampau banyak bicara dapat membuat hati menjadi keras. Berbicaralah yang tidak penting secukupnya dan hindari menjadi orang yang omong besar, pembual, tukang bohong, dan lain sebagainya. Banyak bicara dalam kebaikan boleh-boleh saja, seperti untuk mengajar, petugas pelayanan, ngobrol biasa dengan teman, tetangga, keluarga, dan lain sebagainya. Jagalah emosi dan nafsu. Emosi dapat membuat hidup menjadi tidak tenang. Oleh karena itu kita sebaiknya selalu menjaga emosi kita agar tidak menjurus ke penyakit hati. Beberapa contoh nafsu yang harus kita tundukkan antara lain seperti nafsu akan harta, nafsu seks, nafsu makan, nafsu jabatan, nafsu marah, nafsu mewujudkan impian, dan lain sebagainya.
Ingatlah selalu akan TUHAN, sehingga dengan mengingat TUHAN kita menjadi takut atas hukuman/amarah-NYA karena melakukan dosa yang disebabkan oleh penyakit batin tersebut.

Mengelola iri hati


Rumput tetangga tampak lebih hijau.


Demikian pepatah yang sudah sering kita dengar. Sayangnya, walau kita semua telah mengerti betul arti pepatah itu, tetap saja godaan untuk iri senantiasa mengintai dari segala sisi.

Hidup ini memang penuh pembandingan. Apa saja bisa kita bandingkan, wajah kita ini, kepintaran kita, duit kita, juga berkilau tidaknya kendaraan kita. Wajar dalam hidup ini untuk membandingkan, karena tanpa itu kita tidak tahu dimana posisi pencapaian kita selama ini. Tentu saja sama dengan semua orang, terkadang saya juga iri hati.

Setelah direnungkan lebih dalam, ada tiga bentuk iri : iri positif, iri negatif, dan iri merusak (dengki).

Iri positif adalah perasaan iri karena orang lain telah mencapai sesuatu, yang menyebabkan kita merasa cemburu kenapa kita kok tidak berprestasi seperti itu? Ini jenis iri yang bisa menggerakkan orang untuk maju, ingin mencapai seperti apa yang diirikannya. Saya iri dengan kolega saya yang mencapai jenjang professor, saya iri dengan rekan saya yang bisnisnya terus berkembang, saya juga iri dengan mereka yang sudah ngaji di masjid sebelum adzan shubuh menggema (artinya mereka sudah shalat malam). Saya iri kepada semua itu, kenapa saya belum bisa seperti mereka? Kenapa saya masih seperti ini-ini saja?

Yang kedua adalah iri negatif, inilah kecemburuan karena orang lain memiliki sesuatu yang berakibat kita kehilangan rasa gembira dalam hati kita. Misalnya teman kita berbisnis dan sukses, dan kita tidak diajak. Kita sedih dan iri. Seringjuga kita iri melihat pasangan orang lain lebih cantik atau lebih tampan, rumahnya lebih besar, senang-senangnya lebih banyak, dan karirnya lebih cemerlang. Apa bedanya dengan iri positif? Bedanya, iri negatif ini bukannya menumbuhkan dorongan untuk mencapai hal yang sama, namun justru menghilangkan kegembiraan sehingga hati mengalami kekosongan. Yang muncul adalah perasaan bertanya-tanya, “Tuhan kenapa aku tidak kau beri yang seperti itu?” Kalau kita mengalami iri, lalu kita ingin mencapai prestasi seperti orang lain, itu berarti iri positif. Kalau kita iri, lalu kita menjadi kesal dan marah-marah kepada Tuhan, nah ini yang namanya iri negatif! Yang positif akan menumbuhkan dorongan untuk maju, yang negatif justru menghilangkan kegembiraan dan hanya menumbuhkan kekesalan.

Yang ketiga adalah iri merusak (dengki), inilah jenis iri negatif yang disertai dengan harapan dalam hati agar sesuatu yang membuat iri tersebut hancur. Misalnya iri melihat orang lain karirnya begitu cemerlang, lalu muncul dalam hati ini sebuah harapan agar orang tersebut terkena batunya dan berakibat karirnya anjlok kembali. Jenis dengki ini akan disertai kegembiraan yang luar biasa manakala orang lain yang diirikannya mengalami musibah dengan kehilangan nikmat yang membuat iri tersebut. Misalnya iri melihat teman kerja punya istri cantik, lalu ketika istri cantik itu mengalami sakit leukemia, eh si dengki ini menjadi terhibur, syukurin luh begitu kata hatinya. Jelas orang pendengki ini sangatlah jahat, karena harapannya tersebut bisa menjadi energi negatif yang terpancarkan kepada orang lain. Itulah sebabnya dalam kitab suci Al Qur’an surat Al Falaq terkandung doa berlindung dari kebencian orang yang dengki (hasad) seperti ini.

Jadi boleh tidak kita iri dengan orang lain yang punya pasangan cantik misalnya? Ya boleh! Pertanyaannya adalah apakah iri itu menimbulkan dorongan untuk memiliki pasangan cantik (dan karena itu Anda bersungguh-sungguh mencarinya), atau hanya menimbulkan kekesalan kepada Tuhan karena tak juga memberi Anda pasangan yang cantik, atau yang paling berbahaya adalah menjadi dengki dengan orang lain yang punya pasangan cantik (karena kita kebetulan naksir gadis yang sama!) sehingga muncul dalam hati ini agar nikmat orang tersebut hancur berantakan (semoga pisah lagi, demikian doa orang yang dengki). Contoh pasangan cantik ini diambil karena iri hati ini paling mudah muncul ketika membanding-bandingkan pasangan. Harta, tahta, dan wanita kabarnya adalah hal yang paling banyak diinginkan orang sehingga menjadi sumber paling utama dari munculnya rasa iri, positif maupun negatif.

Penawar iri
Jadi bagaimana kalau kita dihinggapi rasa iri? Sebuah jawaban yang membuat saya terkesan ada di buku karya ulama Al-Ghazali yang kalau tidak salah berjudul Rahasia Shalat. Diceritakan tentang seorang raja yang berkeliling di wilayahnya dan kemudian bertemu dengan seorang rakyatnya yang miskin papa. Alkisah, si raja yang baik hati itu kemudian memberikan rumah kepada orang tersebut. Tak lama kemudian datanglah orang lain yang juga miskin papa, kali ini sang raja memberinya seekor kuda putih yang sangat bagus.
Lalu orang pertama tersebut protes kepada raja, “Raja, kenapa kau beri orang itu kuda putih yang bagus?”
“Memangnya kenapa?” tanya raja keheranan.
“Raja,” kata orang pertama tadi,” bukankah aku yang punya rumah lebih pantas bila juga memiliki kuda putih itu? Bukankah lebih pantas bila kuda dipasangkan dengan rumah sehingga menjadi lengkap?” demikian jelas orang tersebut.
Apa yang Anda rasakan ketika mendengar argumen orang ini? Memalukan! Jelas sangat tidak pantas, seseorang yang hanya diberi rumah (sudah untung diberi rumah oleh raja, dan itu juga karena kemurahan hati sang raja bukan karena prestasi orang tersebut), eh masih pula minta kuda. Benar-benar tak tahu malu, diberi hati minta ampela. Memangnya dia punya prestasi apa sehingga sang raja ‘wajib’ memberi pula dia kuda? Memangnya apakah salah kalau raja memberikan kuda putihnya untuk orang lain? Kalaupun dia berprestasi, memangnya raja harus memberi kuda? Memangnya raja sudah janji demikian?
Itulah analogi yang pas sekali dengan kehidupan kita ini. Selama ini semua yang kita dapat dan kita miliki sering dianggap murni prestasi kita. Memangnya Tuhan tidak punya peran? Selama ini juga kita selalu merasa berhak atas suatu hasil sesuai dengan keinginan kita. Memangnya Tuhan menjanjikan secara jelas hal itu? Kalau kita pintar, memangnya Tuhan menjanjikan kita akan kaya? Kalau kita tampan, memangnya Tuhan berjanji memberi istri cantik? Bahkan kalau kita berdoa memangnya Tuhan janjikan akan dikabulkan selalu dalam bentuk yang kita minta? Tidak ada janji seperti itu. Yang ada adalah, bila kita berilmu maka Allah akan mengangkat derajat kita, dan itu bukan berarti berwujud kekayaan. Derajat yang tinggi (di mata Tuhan) bukan berwujud kekayaan, pangkat yang tinggi, atau ketenaran. Kalau menurut saya, derajat yang tinggi salah satunya adalah nama baik seseorang, yang karena keberadaannya itu orang lain di sekitarnya menjadi senang dan diam-diam bersyukur karena orang tersebut ada dan mendoakannya. Itulah janji yang Tuhan berikan, bahwa orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya. Janji Tuhan lainnya adalah kalau kita bertakwa, maka akan diberi jalan keluar dari kesulitan dan rizki dari arah yang tak disangka-sangka. Janji Tuhan juga bila kita meminta pasti dikabulkan, asalkan kita menjalankan perintah-Nya, namun tidak dijanjikan diberi dalam bentuk seperti kemauan kita. Tidak pernah Tuhan janjikan wujud-wujud fisik, namun yang dijanjikan adalah yang non-fisik seperti derajat di mata Tuhan dan pertolongan atas kesulitan-kesulitan dalam kehidupan. Dan janji Tuhan itu pasti ditepati.
Jadi kalau kita mengalami iri negatif (berupa munculnya protes kepada Tuhan kenapa kita tidak diberi nikmat seperti orang lain, atau bahkan dengki yaitu harapan agar orang lain kehilangan nikmat yang dimiliki) tentu ini disebabkan karena : kita merasa berhak atas nikmat itu! Perasaan ini bisa muncul dari kesombongan (merasa lebih baik daripada orang lain), serta menganggap dunia ini serba berkekurangan (sehingga kalau nikmat itu sudah jatuh ke orang lain, maka akan berkurang jatah nikmat untuk kita).

Ada tiga kiat sederhana untuk mengelola iri hati.

Kiat pertama, cukup dengan bertanya kepada diri sendiri, “Memangnya siapa aku ini, boleh merasa lebih tahu dari Tuhan?” Memangnya siapa aku ini yang bisa menganggap bahwa wajah tampan harus ketemu wajah cantik, otak pintar ketemu dengan pangkat tinggi, kerja keras harus ketemu dengan kekayaan? Memangnya siapa aku ini merasa punya hak menuntut hadiah dari ‘Sang Raja’ sesuka-suka hati?

Dulu sekali ada teman saya yang berwajah biasa-biasa saja, eh istrinya cantik. Hebohlah teman-teman yang lain (termasuk juga saya, haha). Lalu saya berpikir, emangnya siapa saya yang merasa pantas menilai si anu harus menikah dengan si anu. Si anu karena cantik mestinya memilih si anu yang tampan, biar pantas. Sejelek-jeleknya milih saya saja, jangan si itu. De el el. Memangnya siapa saya ini, yang bisa membuat keputusan bagi orang lain (ya si gadis cantik itu) dalam menentukan cintanya? Memangnya siapa saya ini, yang pantas menilai bahwa si anu itu karena tidak tampan maka tidak berhak istrinya cantik? De el el. Jadilah saya sadar diri, ini gangguan iri negatif, isi hasutan buruk dalam hati. Astaghfirullah. Kalau memang ingin, ya cari, usaha saja, nggak usah iri.

Kiat kedua, kita harus yakin bahwa nikmat Tuhan itu berkelimpahan. Dunia ini serba berkelimpahan. Kalaupun banyak orang lain sudah diberi nikmat, Tuhan masih punya banyak jatah stok buat kita ini. Tuhan Maha Kaya, tak pernah kekurangan. Jadi tak pelu bersikap negatif dengan milik orang lain, biar saja, toh masih banyak stok buat kita. Pertanyaannya adalah, harus menjadi seperti apa kita agar Tuhan memberi hadiah nikmat yang sama buat kita? Biarkan saja orang lain dengan apa yang dimilikinya, kalau juga ingin lebih baik kita fokus pada mengusahakan nikmat buat kita sendiri. Dunia ini berkelimpahan. Kalau rumput tetangga tampak lebih hijau, coba evaluasi jangan-jangan kita memang tidak merawat rumput kita dengan baik. Sirami dong. Kalau ternyata memang tanah kita tandus, ya dipupuk, kalau memang susah dipupuk, ya berhijrahlah (berpindahlah), siapa suruh Anda di situ? Jangan-jangan rumput kitapun sama hijaunya, tapi kita tidak sadar!

Pernah saya berpikir, kok saya ini milih kerja jadi guru. Kan enak kalau kerja di perusahaan besar. Seorang teman pernah berkomentar, “Orang sepintar kamu ini karirnya pasti bagus di perusahaan besar,” katanya memberi sugesti. Lah, jangan-jangan iya! Tapi, jangan-jangan tidak juga. Saya memiliki ‘kemewahan-kemewahan’ saya sendiri dengan kondisi yang sekarang, yang mungkin akan berbeda ketika bekerja di perusahaan besar itu. Tapi, jangan-jangan di perusahaan besar juga memang betul enak kondisinya (jadinya saya iri). Nah, kan sama-sama tidak tahu. Jadi, kalau memang tidak puas dengan kondisi sekarang (karena tanahnya tandus), dan tidak juga menemukan cara membuat lebih enak (dipupuk tetap tandus), ya pindah saja. Memangnya siapa suruh saya di sini? Ternyata jawabannya : saya yang memilih untuk di sini, jadi guru. Dan setiap pilihan membawa konsekuensinya masing-masing. Kalau tidak suka dengan konsekuensinya, ya silahkan pindah saja, dunia ini luas.

Kiat ketiga. Pilih-pilih apa yang membuat kita iri. Maksudnya, pilih saja sesuatu yang bisa kita pengaruhi kondisinya. Misalnya, iri terhadap prestasi orang lain. Prestasi bergantung pada usaha kita, jadi kalau kita iri terhadap prestasi orang lain kita bisa mengusahakan hal yang sama seperti orang lain itu. Yang salah misalnya, iri pada ketampanan Tom Cruise. Ketampanan itu sudah pemberian dari sono, sedikit sekali pengaruh dari usaha kita.

Secara tak sadar kita sering membandingkan, wah si anu mobilnya bagus, dia memang kerja di Telkomsel (misalnya). Kalau Anda juga di Telkomsel tentunya Anda layak membandingkan demikian. Kalau tidak di Telkomsel, ya jangan dibandingkan, kondisinya beda kok. Kalau Anda dosen, ya pantasnya membandingkan diri dengan dosen yang lain. Kalau Anda karyawan perusahaan besar, ya bolehlah membandingkan dengan karyawan yang lain. Tentu saja kita pilih pembandingan yang bisa kita pengaruhi, dengan tujuan untuk mendorong diri kita ini agar juga punya prestasi yang sama. Memilih untuk membandingkan kecantikan atau ketampanan pasangan termasuk jenis pembandingan yang keliru. Kan setiap orang dikaruniai fisik yang berbeda dan kondisi yang beda? Nah, ketampanan itu adalah sesuatu yang unik sehingga tak layak dibandingkan. Lebih tepat kalau kita membandingkan bahwa si anu itu merawat diri (berhias, tampil cerah), yang kemudian kita ikuti dengan prestasi yang sama (merawat diri, tampil cerah). Karena mampu kita pengaruhi, maka iri hati tersebut dapat kita ubah menjadi iri positif.

Jadi 3 kiat sederhana itu adalah : rendah hati terhadap pemberian Tuhan (jangan suka menilai, bertindaklah netral), yakin nikmat itu berlimpah (masih banyak nikmat buat kita, hindari dengki), dan benar memilih pembandingan yang layak (yaitu yang bisa kita pengaruhi).

Iri itu boleh kok. Iri hati positif itu boleh, sedangkan iri hati negatif itu yang dilarang. Jadi, kalau kita mengalami rasa iri, yang perlu kita lakukan adalah menyadari bahwa boleh jadi kita ini memang belum pantas atas nikmat itu. Yah, mungkin saja karena berbagai hal yang kita tidak tahu, dan Tuhan yang lebih tahu tentang itu. Selanjutnya, kita coba ubah semua bentuk iri negatif itu menjadi iri positif, yaitu dorongan untuk berprestasi maksimal yang mudah-mudahan membuat Tuhan berkenan lalu memberi kita hadiah yang sama. Iri positif itu dianjurkan loh, bukankah ada hadits, “Berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.” Nah, kalau iri terhadap prestasi amal orang lain, jelas ini iri yang sangat positif.
Jadi, selamat menjadi iri, iri yang positif!

Pendengki Tidak Akan Pernah Sukses 

Rasulullah SAW bersabda (yang artinya):
“Janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling mendengki, janganlah kalian saling membelakangi (saling berpaling), dan janganlah kalian saling memutuskan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (H.R. Muttafaq ‘alaih)

Hadis ini diriwayatkan Imam al-Bukhari dalam “Al Adab” dan Muslim dalam “Al Birr”. Lebih khusus tentang larangan dengki disebutkan oleh Rasulullah saw. dalam hadis lain:

“Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R Abu Dawud).

Dengki didefiniskan oleh para ulama sebagai:
“Mengangankan hilangnya kenikamatan dari pemiliknya, baik kenikmatan (yang berhubungan dengan) agama maupun dunia.”

Dari definisi di atas kita dapat memahami bahwa iri dengki tidak hanya menyangkut capaian-capaian yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan awam. Iri dengki itu ternyata dapat menjalar dan menjangkiti kalangan yang dikategorikan berilmu, pejuang, dan da’i. Seorang da’i atau mubalig, misalnya, tidak suka melihat banyaknya pengikut da’i atau mubalig lain. Seorang yang berafiliasi kepada kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang mendapatkan kemenangan-kemenang an. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang”. Tapi bagaimana ini bisa terjadi?

Imam al-Ghazali r.a. menjelaskan, “Tidak akan terjadi saling dengki di kalangan para ulama. Sebab yang mereka tuju adalah ma’rifatullah (mengenal Allah). Tujuan seperti itu bagaikan samudera luas yang tidak bertepi. Dan yang mereka cari adalah kedudukan di sisi Allah. Itu juga merupakan tujuan yang tidak terbatas. Karena kenikmatan paling tinggi yang ada pada sisi Allah adalah perjumpaan dengan-Nya. Dan dalam hal itu tidak akan ada saling dorong dan berdesak-desakan. Orang-orang yang melihat Allah tidak akan merasa sempit dengan adanya orang lain yang juga melihat-Nya. Bahkan, semakin banyak yang melihat semakin nikmatlah mereka.”

Al-Ghazali melanjutkan, “Akan tetapi, bila para ulama, dengan ilmunya itu menginginkan harta dan wibawa mereka pasti saling dengki. Sebab harta merupakan materi. Jika ia ada pada tangan seseorang pasti hilang dari tangan orang lain. Dan wibawa adalah penguasaan hati. Jika hati seseorang mengagungkan seorang ulama pasti orang itu tidak mengagungkan ulama lainnya. Hal itu dapat menjadi sebab saling dengki.” (Ihya-u ‘Ulumid-Din, Imam Al-Ghazali, juz III hal. 191.)

Jadi, dalam konteks perjuangan, dengki dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas, kalah pengaruh, kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah pengikut itu. Tidak mungkin seseorang merasa iri kepada orang yang dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah. Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat kenikmatan pasti didengki).

Penyakit dengki sangat berbahaya. Tapi bahayanya lebih besar mengancam si pendengki ketimbang orang yang didengki. Bahkan realitas membuktikan, sering kali pihak yang didengki justru diuntungkan dan mendapatkan banyak kebaikan. Sebaliknya, si pendengki menjadi pecundang. Di antara kekalahan-kekalahan pendengki adalah sebagai berikut.

Pertama, kegagalan dalam perjuangan.
Perilaku pendengki sering tidak terkendali. Dia bisa terjebak dalam tindakan merusak nama baik, mendeskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu ia membayangkan akan merusak citra, kredibelitas, dan daya tarik orang yang didengkinya dan sebaliknya mengangkat citra, nama baik, dan kredibelitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian. Rasulullah saw. bersabda:

Dari Jabir dan Abu Ayyub al-Anshari, mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun yang menghinakan seorang Muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan- Nya. Dan tidak seorang pun yang membela seorang Muslim di tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan pembelaan-Nya.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ath-Thabrani)

Kedua, melumat habis kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar.” (H.R. Abu Dawud).

Makna memakan kebaikan dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan (nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, ‘Ia merugi dunia dan akhirat’.” (‘Aunul-Ma’bud juz 13:168)

Ketiga, tidak produktif dengan kebajikan.
Rasulullah saw. bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur rambut melainkan mencukur agama.” (H.R. At-Tirmidzi)

Islam yang rahmatan lil-’alamin yang dibawa oleh orang yang di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan nikmatnya oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar menyungging senyum, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun terkait dengan sukses dalam perjuangan. Apatah lagi untuk membantu dan mendukung saudaranya yang mendapat sukses itu. Dengan demikian Islam yang dibawanya tidak produktif dengan kebaikan alias gundul.

Keempat, menghancurkan harga diri.
Ketika seseorang melampiaskan kebencian dan kedengkian dengan melakukan propaganda busuk, hasutan, dan demarketing kepada pihak lain, jangan berangan bahwa semua orang akan terpengaruh olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata terhadap realitas, tidak dapat berpikir objektif, atau memang sudah “satu frekuensi” dengan si pendengki. Akan tetapi banyak pula yang mencoba melakukan tabayyun, mencari informasi pembanding, dan berusaha berpikir objektif. Nah, semakin hebat gempuran kedengkian dan kebencian itu, bagi orang yang berpikir objektif justru akan semakin tahu kebusukan hati si pendengki. Orang yang memiliki hati nurani ternyata tidak senang dengan fitnah, isu murahan, atau intrik-intrik pecundang. Di mata mereka orang-orang yang bermental kerdil itu tidaklah simpatik dan tidak mengundang keberpihakan.

Orang yang banyak melakukan provokasi dan hanya bisa menjelek-jelekkan pihak lain juga akan terlihat di mata orang banyak sebagai orang yang tidak punya program dalam hidupnya. Dia tampil sebagai orang yang tidak dapat menampilkan sesuatu yang positif untuk “dijual”. Maka jalan pintasnya adalah mengorek-ngorek apa yang ia anggap sebagai kesalahan. Bahkan sesuatu yang baik di mata pendengki bisa disulap menjadi keburukan. Nah, mana ada orang yang sehat akalnya suka cara-cara seperti itu?

Kelima, menyerupai orang munafik.
Di antara perilaku orang munafik adalah selalu mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan prilaku itu sebagai prilaku orang munafik. Abi Mas’ud al-Anshari r.a. mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat mulai memberikan infaq. Ketika ada orang Muslim yang memberi infaq dalam jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika ada orang Muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat 79 At-Taubah. (Al-Bukhari dan Muslim)

Keenam, gelap mata dan tidak termotivasi untuk memperbaiki diri.
Pendengki biasanya sulit melihat kelemahan dan kekurangan diri sendiri dan tidak dapat melihat kelebihan pada pihak lain. Akibatnya pula jalan kebenaran yang terang benderang menjadi kelam tertutup mega kedengkian. Apa pun yang dikatakan, apa pun yang dilakukan dan apa pun yang datang dari orang yang dibenci dan didengkinya adalah salah dan tidak baik. Akhirnya dia tidak dapat melaksanakan perintah Allah swt. sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, “Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.S. Az-Zumar 39: 18)

Di sisi lain, pendengki –manakala mengalami kekalahan dan kegagalan dalam perjuangan— cenderung mencari kambing hitam. Ia menuduh pihak luar sebagai biang kegagalan dan bukannya melakukan muhasabah (introspeksi) . Semakin larut dalam mencari-cari kesalahan pihak lain akan semakin habis waktunya dan semakin terkuras potensinya hingga tak mampu memperbaiki diri. Dan tentu saja sikap ini hanya akan menambah keterpurukan dan sama sekali tidak dapat memberikan manfaat sedikit pun untuk mewujudkan kemenangan yang didambakannya.

Ketujuh, membebani diri sendiri.
Iri dengki adalah beban berat. Bayangkan, setiap melihat orang yang didengkinya dengan segala kesuksesannya, mukanya akan menjadi tertekuk, lidahnya mengeluarkan sumpah serapah, bibirnya berat untuk tersenyum, dan yang lebih bahaya hatinya semakin penuh dengan marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Nikmatkah kehidupan yang penuh dengan perasaan itu? Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan penyakit lainnya. Demikian pula penyakit hati yang bernama iri dengki. “Di dalam hati mereka ada penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).” (Q.S. Al Baqarah 2: 10)

Jika demikian, mengertilah kita makna pernyataan seorang ulama salaf, seperti disebutkan dalam kitab Kasyful-Khafa 1:430
“Pendengki tidak akan pernah sukses.” Wallahu A’lam.




Hasad Dengki dan Iri Hati



Keburukan Hasad Dengki
Hasad dengki adalah peraasan yang sukar dinafikan daripada diri manusia. Hasad dengki jika di biarkan akan bertukar menjadi dendam, seterusnya merosakkan hati seseorang. Justeru itu amat berbahaya jika rasa ia dibiarkan berada di dalam diri kita.

Rasulullah bersabda yang bermaksud,

"Tidak berkumpul di dalam hati seorang manusia antara iman dan dengki."
[Riwayat Ibnu Hibban & al-Baihaqi]

Hasad dengki diumpamakan seperti api yang akan memakan segala kebaikan yang dilakukan oleh seseorang seperti apa yang membakar kayu. Jika perasaan dengki masih berada di dalam diri, itu menunjukkan bahawa iman seseorang itu belum sempurna, malah sifat itu adalah diwarisi daripada syaitan. Apabila sesorang itu mempunyai rasa hasad dengki mahupun dendam tidak mustahil syaitan akan memainkan peranan agar seseorang itu terus tersasar dan sesat dari pegangan agama islam.
Seorang pujangga Arab pernah berkata,

"Orang hasad dengki tidak akan senang hidupnya dan orang bakhil tidak akan berbudi dan tidak dapat dijadikan kawan orang yang selalu jemu. Tidak ada kemanusian bagi pendusta dan tidak dapat diterima pendapat orang yang khianat dan tiada budi orang yang tidak berakhlak"

Abul Laits Assamarqandi r.a. meriwayatkan dengan sanadnya dari Alhasan berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Hasad dan dengki itu keduanya akan memakan habis hasanat sebagai mana api makan kayu."



Ibrahim bin Aliyah dari Abbad bin Ishaq dari Abdurrahman bin Mu'awiyah berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tiga macam sifat yang tidak dapat selamat daripadanya seorangpun iaitu:

*Buruk sangka
*Hasad dengki
*Takut sial kerana sesuatu 


Lalu ditanya: "Ya Rasulullah, bagaimana untuk selamat dari semua itu?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Jika kau hasad maka jangan kau lanjutkan, dan jika menyangka maka jangan kau buktikan (jangan kau cari-cari kenyataannya) dan jika merasa takut dari sesuatu maka hadapilah (jangan mundur)." Yakni jika hasad dalam hatimu maka jangan kau lahirkan dalam amal perbuatanmu sebab selama hasad itu masih dalam hati, maka Allah s.w.t. maafkan selama belum keluar dengan lidah atau perbuatan. Jika su'udhdhan (buruk sangka) maka jangan kau buktikan, jangan berusaha menyelidiki mencari kenyataannya. Demikian pula jika akan keluar untuk sesuatu lalu ada suara burung atau lain-lain yang menimbulkan was-was atau takut dalam hati maka teruskan hajatmu dan jangan mundur."

Nabi Muhammad s.a.w. suka kepada fa'al (kata-kata yang baik atau harapan yang baik) dan tidak suka thiyarah (takut sial kerana burung dan sebagainya) dan bersabda: "Thiyarah itu perbuatan jahiliyah." Seorang mukmin tidak takut dan berlindung kepada Allah s.w.t.

Ibn Abbas r.a. berkata: "Jika kamu mendengar suara burung maka bacalah: "Allahumma la thoira illa thairuka walaa ilaha ghoiruka walaa haula walaa quwwata illa billahi." (Yang bermaksud): "Ya Allah, tidak ada burung kecuali burungMu dan tidak ada kebaikan kecuali daripadaMu dan tiada Tuhan kecuali Engkau dan tiada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah." Dan teruskan maksudmu, maka tidak akan ada sesuatu yang berbahaya bagimu. Bi idz nillah.

Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Jangan benci membenci dan jangan hasud menghasud dan jangan menawar barang untuk menjerumuskan orang lain dan jadilah kamu hamba Allah sebagai saudara."

Mu'awiyah bin Abi Sufyan berkata kepada puteranya: "Hai anak, hati-hatilah dari hasud, dengki kerana ia akan nyata pada dirimu sebelum bahayanya tampak nyata pada musuhmu."
Abul Laits berkata: "Tiada sesuatu yang lebih jahat daripada hasud, sebab penghasud itu akan terkena lima bencana sebelum terkena apa-apa yang dihasud iaitu:

*Risau hati yang tak putus-putus
*Bala yang tidak berpahala
*Tercela yang tidak baik
*Dimurka Allah s.w.t.
*Tertutup padanya pintu taufiq 

Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Ingatlah bahawa nikmat-nikmat Allah s.w.t. ada musuhnya." Ditanya: "Siapakah musuh-musuh nikmat Allah s.w.t. itu, ya Rasulullah?" Jawab Rasulullah s.a.w.: "Ialah mereka yang hasud terhadap nikmat kurniaan Allah s.w.t. yang diberikan kepada manusia."

Malik bin Dinaar berkata: "Saya dapat menerima persaksian orang qurraa' terhadap siapapun tetapi tidak dapat menerima persaksian terhadap sesama qurraa' sebab diantara mereka ada rasa iri hati dan hasud menghasud." Abuhurairah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Enam kerana enam akan masuk neraka pada hari kiamat sebelum hisab (perhitungan amal) iaitu:

*Pemerintah kerana zalim
*Orang kerana fanatik (mengutamakan kebangsaan)
*Kepala desa kerana sombong
*Pedagang kerana kianat
*Orang dusun kerana kebodohan
*Ahli ilmu kerana hasud 


Yakni ulama yang hanya berebut dunia, mereka hasud satu sama lain, kerana itu seharusnya seseorang menuntut ilmu kerana Allah s.w.t. dan akhirat supaya tidak timbul hasud menghasud antara satu pada yang lain. Sebagaimana firman Allah s.w.t. mengenai orang-orang Yahudi (Yang berbunyi): "Am yahsudunan naasa ala maa ataahumullahu min fadhlihi." (Yang bermaksud): "Ataukah mereka hasud pada orang-orang kerana Allah memberikan kurniaNya kepada mereka."


Seorang cendikiawan berkata: "Awaslah dari hasud (irihati) sebab hasud itu pertama-tama dosa dilangit dan juga pertama dosa yang terjadi dibumi.Iblis laknatullah diperintah sujud pada Nabi Adam a.s. akan tetapi oleh kerana ia irihati (hasud) sehingga menolak perintah Allah s.w.t. dan dia dikutuk oleh Allah s.w.t. dan juga Qabil membunuh Habil kerana irihati, hasud sebagaimana tersebut didalam ayat (yang berbunyi: "Watlu alaihim naba'abnai Adama bilhaqqi idz qorrabaa qurbana, qaala la aqtulannaka qaala innama yataqabbalullahu minal muttaqien." (Yang bermaksud): "Bacakanlah berita kedua putera Adam ketika sama-sama mengajukan korbannya, maka diterima yang satu dan ditolak yang lain, lalu ia berkata: "Saya akan membunuh engkau." Jawabnya: "Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang yang bertaqwa."

Al-Ahnaf bin Qays berkata: "Orang hasud tidak dapat senang dan orang bakhil tidak berbudi dan tidak dapat dijadikan kawan orang yang selalu jemu dan tidak ada kemanusiaan bagi pendusta. Dan tidak dapat diterima pendapat orang yang kianat dan tiada budi bagi orang yang rosak moral(tidak berakhlak).

Seorang hakiem (cendiakiawan) berkata: "Belum pernah saya melihat seseorang zalim menyerupai orang yang dianiaya daripada penghasud."

Muhammad bin Sirin bertanya: "Saya tidak dapat menghasud orang atas sesuatu daripada dunia, jika ia ahli syurga maka bagaimana saya akan iri hati padahal ia ahli syurga dan jika ia ahli neraka maka untuk apa hasud terhadap orang yang bakal masuk neraka?"

Alhasan Albashri berkata: "Hai Anak Adam, mengapakah engkau iri hati terhadap saudaramu, maka jika Allah s.w.t. memberi sesuatu kepada orang yang kau hasud itu kerana kemuliaannya disisi Allah s.w.t. maka untuk apakah kau hasud kepada orang yang dimuliakan Allah s.w.t., jika tidak demikian maka untuk apakah kau hasud kepada orang yang akan masuk keneraka?"

Abul Laits berkata: "Tiga macam orang yang tidak akan diterima doanya iaitu:

*Orang yang makan haram
*Orang yang tidak suka ghibah (membicarakan kejelekkan orang)
*Siapa yang didalam hatinya ada hasud/irihati terhadap kaum muslimin


Ibn Syihab (Azzubri) dari Salim dari ayahnya (Ibn Umar) r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tidak boleh seorang hasud kecuali dalam dua macam iaitu:

*Seorang yang diberikan Allah s.w.t. kepandaian dalam Al-Quran maka digunakan
siang malam (diamalkan)
*Seseorang yang diberikan Allah s.w.t. kekayaan maka ia bersedekah siang
malam

Ertinya: Orang boleh hasud untuk sedemikian ini.

Abul Laits berkata: "Yakni rajin sesungguh-sungguhnya ingin meniru perbuatan itu dalam ilmu dan kekayaannya, maka ini adalah baik. Maka kewajipan tiap muslim membersihkan dari dari hasud sebab hasud itu menentang hukum Allah s.w.t. dan ketentuan kurnia yang diberikan Allah s.w.t. kepada seseorang hamba yang diredhaNya.

Al-alaa' bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abuhurairah r.a. berkata: "Ia bertanya kepada Nabi Muhammad s.a.w. tentang kewajipan seorang muslim terhadap sesama muslim?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Hak kewajipan seorang muslim terhadap muslim yang lain ada enam iaitu:

*Jika bertemu harus diberi salam
*Jika mengundang harus didatangi
*Jika diminta nasihat harus ditunjukkan yang benar (dinasihati)
*Jika bersin dan mebaca Alhamdulillah harus didoakan dengan berdoa Yarhamukallah
*Jika sakit harus diziarah
*Jika mati harus dihantar jenazahnya


Abul Laits meriwayatkan dengan sanandnya dari Anas bin Malik r.a. berkata: "Saya telah menjadi pelayan Nabi Muhammad s.a.w. sejak berumur lapan tahun dan pertama yang diajarkan Nabi Muhammad s.a.w. kepadaku: "Ya Anas, tetapkan wudukmu untuk sembahyang supaya dicinta oleh Malaikat yang menjagamu, dan ditambah umurmu. Ya Anas, mandilah dari janabat dan sempurnakan didalam mandi itu sebab dibawah tiap helai rambut ada janabat."

Saya bertanya: "Bagaimana menyempurnakannya?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Puaskan sampai kedalam rambut-rambutmu dan bersihkan benar kulitmu, supaya engkau keluar dari tempat mandi sudah diampunkan dosa-dosamu. Ya Anas, jangan engkau tinggalkan sembahyang dhuha sebab itu sembahyangnya orang-orang awwaabiin (yang taubat kemabali kepada Allah s.w.t.) dan perbanyakkan sembahyang malam dan siang sebab selama engkau sembahyang maka Malaikat mendoakan untukmu. Hai Anas, jika engkau berdiri sembahyang makategakkan dirimu dihadapan Allah s.w.t. dan jika rukuk maka letakkan kedua tapak tangan dilututmu dan renggangkan jari-jarimu dan renggangkan kedua lenganmu dari pinggangmu, dan bila bangun dari ruruk maka tegakkan sehingga kembali semua anggota ditempatnya, dan jika sujud maka letakkan wajahmua ditanah dan jangan sebagai burung yang menyucuk makanan dan jangan kau hamparkan kedua lenganmu sebagaimana pelanduk, dan jika duduk diantara dua sujud maka jangan sebagaimana duduk anjing dan letakkan kedua bokongmu diantara dua kaki dan letakkan bahagian atas tapak kaki ditanah sebab Allah s.w.t. tidak melihat sembahyang yang tidak sempurna rukuk sujudnya.

Dan jika dapat engkau tetap berwuduk siang malam maka kerjakanlah, sebab jika tiba mati kepadamu engkau sedang berwuduk, maka engkau tidak luput dari mati syahid. Hai Anas, jika engkau masuk kerumahmu maka berilah salam kepada keluargamu, supaya banyak berkat rumahmu dan jika engkau keluar untuk hajat maka beria salam pada tiap muslim yang bertemu kepadamu supaya masuk manisnya iman dalam hatimu, dan kila terkena dosa ketika keluar maka akan kembali sudah diampunkan dosamu.

Hai Anas, jangan sampai diwaktu siang dan malam engkau mendendam dengki kepada seorang muslim sebab itu dari ajaranku maka siapa yang mengikuti ajaranku bererti cinta kepadaku dan siapa yang cinta kepadaku maka ia bersamaku disyurga. Hai Anas, jika engkau melakukan dan mengingati wasiatku ini, maka tidak ada sesuatu yang lebih suka daripada maut sebab disitulah istirehatmu."

Didalam ajaran Nabi Muhammad s.a.w. ini dinyatakan bahawa membersihkan hati daripada dengki dan hasud kepada seseorang muslim termasuk Sunnaturrasul yang menjadi tanda cinta kepada Nabi Muhammad s.a.w. bagi siapa yang melakukannya, bahkan bersama Nabi Muhammad s.a.w. siyurga. Maka wajib tiap muslim membersihkan hatinya dari rasa dengki dan hasud sebab termasuk amal yang utama.

Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Anas r.a. berkata: "Ketika kami dimasjid bersama Nabi Muhammad s.a.w. tiba-tiba Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: ""Akan masuk kepadamu seorang ahli syurga sambil memegang kedua kasutnya dengan tangan kirinya." Maka tiba-tiba masuk seorang sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad s.a.w. itu dan sesudah memberi salam ia duduk bersama kami. Kemudian pada esok harinya Nabi Muhammad s.a.w. bersabda pula dan masuk kembali orang itu seperti keadaan kelmarin dan hari ketiga Nabi Muhammad s.a.w. bersabda, juga sama seperti hari pertama dan kedua, dan ketika orang itu bangun untuk kembali diikuti oleh Abudullah bin Amr Al-ash dn berkata kepada orang itu: "Telah terjadi pertengkaran sedikit antaraku dengan ayahku sehingga aku bersumpah tidak akan masuk kerumah selama tiga malam, maka jika engkau tidak keberatan maka saya akan bermalam dirumahmu selama itu?" Jawabnya: "Baiklah." Anas berkata: "Abdullah bin Amr menceritakan bahawa ia bermalam dirumah orang itu dan ternyata bahawa orang itu tidak bangun malam, hanya jika tidur berzikir sehingga bangun fajar dan jika berwuduk sempurna dan sembahyang dengan khusyuk dan tidak puasa sunnat. Ddemikian saya perhatikan kelakuannya sampai tiga hari tiga malam, tidak lebih dari itu dan hanya saja ia tidak berkata-kata kecuali yang baik-baik.

Dan setelah tiga malam saya merasa bahawa ia tidak mempunyai amal yang berlebihan dan saya kata kepadanya: "Ssebenarnya antara ku dengan ayahku tidak ada apa-apa, tetapi saya telah mendengar Nabi Muhammad s.a.w. bersabda didalm tiga majlis: "Akan tiba padamu seorang ahli syurga." tiba-tiba engkau datang dan kerana itu saya ingin mengetahui amalmu, maka saya berusaha bermalam dirumahmu untuk meniru amalmu tetapi ternyata kepadaku bahawa engkau tidak berlebihan, maka apa yang kiranya menyebabkan engkau sehingga Nabi Muhammad s.a.w. bersabda sedemikian?" Jawabnya: "Tidak lain melainkan apa yang sudah engkau lihat itu." Maka pergilah aku, tetapi lalu dipanggil olehnya dan berkata: "Amalku tidak lebih melainkan apa yang engkau saksikan itu, cuma saja saya tidak irihati atau dengki pada seseorang muslim terhadap segala yang ia dapat." Maka saya katakan: "Inilah yang menyampaikan engkau sehingga Nabi Muhammad s.a.w. bersabda sedemikian itu dan itulah yang tidak dapat kami lakukan."

Seorang cendikiawan berkata: "Orang hasud telah menentang Allah s.w.t. dengan lima hal iaitu:

*Kerana ia membenci nikmat Allah s.w.t. terhadap orang lain
*Dia tidak suka pembahagian Allah s.w.t. untuk dirinya seolah-olah ia berkata:
"Mengapa Engkau membagi begini?"
*Ia bakhil terhadap kurniaan Allah s.w.t.
*Dia menghina waliyullah sebab ia ingin tercabut nikmat Allah s.w.t. yang
diberikan kepadanya
*Dia membantu kepada iblis laknatullah



Orang yang hasud tidak memperolehi dalam pergaulan kecuali hina dan kerendahan dan dari Malaikat kecuali laknat (kutukan) dan benci, dan jika sendirian hanya kerisauan dan duka dan ketika nazak (sakartul maut) hanya kesukaran, keberatan dan ketakutan dan dihari kiamat kecuali malu dan siksa, kemudian dalam neraka tempat bakarannya."

Renung-renungkan..Mudahan kita tidak termasuk dalam golongan orang yang rugi dan sia-sia.
WALLAAHU A'LAM

http://episodbaru.blogspot.com/2009/12/hasad-dengki-dan-iri-hati.html
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

2 komentar:

Trims ya sudah berkenan ninggalin jejak di Memories of My Life .n_n.